Tahun 1962, Indonesia tengah bersitegang dengan Belanda soal Irian Barat. Indonesia mengklaim wilayah itu merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara Belanda berpendapat lain, dan tetap menduduki Irian Barat, yang kini dikenal sebagai Propinsi Papua. Dan tampaknya, perselisihan itu akan diselesaikan lewat jalur perang.
Maka Presiden Soekarno, memerintahkan mempersiapkan Operasi Trikora, nama untuk operasi militer dalam rangka pembebasan Irian Barat. Segala sarana tempur dan kekuatan militer mulai digeser ke kawasan Timur, dengan basisnya di Makassar. Meski sempat terjadi bentrokan-bentrokan kecil antara kedua kekuatan militer yang sedang berhadapan itu –termasuk gugurnya Komodor Laut Yos Soedarso di Laut Aru—tapi perang besarnya sendiri tak pernah terjadi. Konflik itu selesai lewat jalur diplomatik, ketika PBB menekan Belanda untuk menyerahkan Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Belanda menurut.
Melunaknya sikap Belanda, yang notabene masih merasa superior kepada bekas negeri jajahannya, bukan tanpa sebab. Ketika kedua negara bersitegang, pesawat pengintai milik angkatan udara Amerika Lockheed-U2s yang berpangkalan di Taiwan, beberapa kali wara-wiri di atas angkasa Indonesia. Apalagi tujuannya kalau bukan mengintip kekuatan militer Indonesia, yang ketika itu sedang berbulan muda dengan Uni Soviet.
Hasil pengintaian itu membuat cemas Amerika, yang segera mengabarkan sekutunya itu. Mereka menyarankan Belanda agar “kabur” saja dari Irian Barat, ketimbang babak belur dihajar angkatan perang Indonesia. Itu juga yang mendorong PBB ikut menekan Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Belanda yang “tahu diri” segera angkat kaki dari Bumi Cendrawasih pada 1963.
Maklum jika Belanda jiper. Berkat kedekatan dengan Uni Soviet, Indonesia menjadi negara yang memiliki kekuatan udara paling kuat di Asia. Negeri Komunis itu bermurah hati dengan mengirimkan pesawat-pesawat perang paling modern pada era itu. Di antaranya adalah pembom TU-16, yang mampu menggendong misil udara ke darat AS-1 Kennel, yang punya jangkauan jauh serta daya hancur yang dahsyat. Di antara jejeran jet tempur, ada MIG 21 yang punya nickname versi NATO Fishbed. Inilah jet tempur jenis pencegat yang paling modern di dunia pada saat itu.
Sementara Belanda, masih mengandalkan pesawat sisa perang dunia kedua semacam P51 Mustang, serta jet-jet tempur semacam Vampire, Hawker Hunter, yang jauh kalah kelas dengan Fishbed. Makanya, Belanda memilih amit mundur ketimbang hancur lebur. Walaupun itu menyebabkan skadron Fishbed milik AURI tak sempat unjuk digdaya di langit Irian.
Gabungan Fighter dan Interceptor
MIG 21 dibuat oleh pabrikan Mikoyan Gurevich. Diciptakan untuk memenuhi permintaan angkatan udara Soviet akan sebuah pesawat tempur pencegat (interceptor) yang mampu terbang supersonic. Prototipe yang diberi kode E5, dengan rancang sayap ayun, berhasil terbang pada tahun 1955. Selanjutnya, prototipe pertama yang bersayap delta, YE4, berhasil mengudara setahun berikutnya. MIG 21 memasuki produksi massal pada tahun 1959. Indonesia mulai menerimanya pada tahun 1960.
NATO menjuluki jet tempur ini dengan sebutan “Fishbed”. Sementara Soviet sendiri, menjuluki jet andalannya ini dengan nama “Balalaika”. Nama itu diambil dari nama sejenis alat musik tradisional Rusia, yang bentuknya mirip dengan bentuk badan (fuselage) MIG 21. Julukan lainnya adalah olowek, yang artinya pensil. Pesawat ini memang ramping, bagian fuselage paling lebar cuma 1,24 meter.
Rancangan sayap delta merupakan hasil penggabungan karakteristik sebagai pesawat penempur (fighter) dan pencegat (interceptor). Tapi sejatinya, MIG 21 dirancang sebagai pesawat pencegat, dengan fungsi utama merontokkan armada-armada pesawat serang darat blok barat, seperti F-105 Thunderchief. Fishbed hadir untuk mengungguli F-104 Starfighter buatan Amerika dan Mirage III buatan Perancis.
Kemampuannya memang hebat. Mesin tunggal Tumansky R-11 F300 turbo jet bekerja efisien untuk menghasilkan tenaga dorong sebesar 5740 kgf, dan mengantarkannya menembus kecepatan mach 2,1. Air intake pesawat ini berada di moncong depan, dengan kerucut moncong yang bisa bergerak maju mundur. Fungsinya adalah mengendalikan aliran udara ke mesin untuk menyesuaikan dengan kecepatan terbang. Di sisi kiri kanan moncong, ada kisi-kisi yang berfungsi menambah pasokan udara ke mesin tatkala pesawat hendak take off maupun sedang taxying di darat.
MIG-21 2000 produksi Isreal, versi MIG-21 paling canggih saat ini. Tampak moncong di air intake dipangkas
Jet tempur berbobot ringan ini punya kemampuan menanjak yang jempolan. Dengan bahan bakar 50% plus dua rudal udara ke udara, Fishbed mampu menanjak 58 ribu kaki (sekitar 19 ribu meter) per menit. Artinya, kurang dari semenit Fishbed sudah mampu berada di ketinggian pesawat penyusup musuh, dan menghajarnya dengan rudal Vympel K-13, rudal udara ke udara yang bekerja dengan mencari jejak panas pancaran jet lawan. Di kalangan barat dikenal dengan sebutan AA-22 Atol. Fishbed juga dibekali dengan dua kanon NR-30 kaliber 30 mm. Serta mampu mengangkut dua bom masing-masing seberat 500 kg. Pylon di fuselage juga bisa dicanteli tangki bahan bakar cadangan berkapasitas 450 liter.
Bagaimanapun, versi pertama MIG 21 ternyata mencatat banyak kelemahan. Rudal Vympelnya ternyata tidak begitu sukses ketika dipakai bertempur. Sementara jendela bidik (gyro gunsight) acapkali mati saat dipakai dalam manuver tinggi. Ini membuat MIG 21 yang digadang-gadang sebagai pesawat pencegat jempolan, menjadi jet tempur yang tidak efektif.
Namun kekurangan itu segera diperbaiki pada versi-versi berikutnya. Hanya saja, perbaikan itu tetap tak bisa menutupi kelemahan pada beberapa aspek. Jarak jangkau misalnya, sebagai interceptor MIG 21 hanya punya jarak jangkau pendek. Titik keseimbangan pesawat juga bermasalah ketika bahan bakar sudah terpakai dua pertiga, di mana center of gravitynya bergeser ke belakang. Ini menyebabkan pesawat jadi sulit dikendalikan. Karena itu, endurance optimal pesawat ini hanya 45 menit saja. Sayap deltanya memang sangat membantu dalam kecepatan menanjak, namun menjadi bumerang ketika pesawat ini melakukan belokan-belokan tajam karena kecepatannya langsung melorot drastis. Radarnya juga bukan tipe radar dengan jarak jangkau yang jauh.
Persoalan lain adalah rancangan kursi lontar. Maksud hati perancangnya adalah membuat kursi lontar yang aman bagi pilot. Kursi lontar SK-1 dibuat sedemikian rupa sehingga menyatu dengan kanopi. Jadi, ketika pilot menarik tombol eject, kursi dan kanopi masih melekat satu sama lain, yang tujuannya melindungi pilot dari terpaan angin dan pecahan pesawat. Kanopi baru lepas beberapa saat kemudian, dan pilot bisa aman melayang turun dengan parasut. Problemnya adalah ketika pilot melontar pada ketinggian rendah. Rupanya proses lepasnya kanopi terlalu lama, sehingga pilot keburu berdebam ke tanah, tak keburu membuka parasut.
Combat Proven
Toh, dengan segala kelemahan itu, nyatanya MIG 21 tetap menjadi momok menakutkan bagi blok barat. Terutama ketika Fishbed varian MIG-21F berada di tangan pilot-pilot kawakan dari Vietnam’s People Air Force/VPAF (Angkatan Udara Vietnam). Dalam kancah perang Vietnam, Fishbed tampil efektif sebagai jet tempur, dan sukses menghalau serangan udara jet-jet Amerika.
Para penerbang Fishbed Vietnam, biasanya beroperasi dengan bimbingan ground control interceptor (GCI), radar pencegat yang dioperasikan di permukaan, sebagai penutup kelemahan Fishbed akan tak adanya long range radar. GCI inilah yang membimbing kawanan Fishbed menuju sasaran, yang umumnya kelompok jet serang darat F-105. Begitu sasaran ketemu, mereka melakukan aksi hit and run, mengincar target dari belakang, menghajarnya dengan Atol dan siraman canon, lalu bergegas lari pulang.
Taktik seperti itu sangat efektif dalam menjatuhkan pesawat lawan. Atau paling tidak, memaksa pesawat lawan menjatuhkan bom secara dini (bukan di areal target), agar pesawat bisa bermanuver lebih lincah untuk menghindari sergapan Fishbed. Ditambah lagi dengan taktik konservatif armada udara Amerika, yang cenderung melakukan operasi lewat jalur yang sama, dengan waktu yang sama pula. Sehingga, pilot-pilot Vietnam tahu betul “kebiasaan” itu, dan tahu persis pula, di mana tempat paling enak buat mencegat pesawat lawan.
Kekalahan telak dari pilot-pilot VPAF itulah, yang sebagian dari mereka menunggangi MIG 21F, yang mendorong Amerika mendirikan sekolah pilot pesawat tempur. Salah satu yang terkenal adalah sekolah pilot tempur milik angkatan laut “Navy Top Gun”, yang berlokasi di Miramar, AS. Nguyen Van Coc, salah satu penunggang MIG-21F, sukses menjadi top ace perang Vietnam dengan 9 kills. Seorang pilot MIG-21F VPAF bernama Pham Tuan, bertanggung jawab atas rontoknya pembom berat Amerika, B-52, yang sedang terbang di atas Hanoi, Vietnam, untuk mendukung operasi Linebacker II.
Fishbed juga digunakan secara ekstensif dalam sejumlah konflik yang terjadi di Timur Tengah, yang melibatkan Siria, Mesir dan Israel. MIG-21 Siria berhadapan dengan Mirage IIIC Israel, pertama kali pada April 1967. Kali ini MIG-21 yang keok, dengan ratio kekalahan 6 MIG rontok berbanding nol, alias tak ada Mirage Israel yang tertembak jatuh.
Tapi pada perang Yom Kippur, tepatnya pada pertempuran udara di atas El Mansoura, ceritanya lain. Israel meluncurkan 100 pesawat terdiri dari F-4 Phantom dan A-4 Skyhawks. Mereka dihadang skadron MIG-21 Mesir. Dalam pertempuran udara yang berlangsung kurang dari sejam itu, laporan pasca perang menyebutkan, 17 jet Israel dirontokkan pilot-pilot Mesir. Sementara Mesir, hanya kehilangan 6 MIG. Itupun hanya tiga yang benar-benar ditembak jatuh musuh. Dua lainnya, jatuh gara-gara kehabisan bahan bakar saat hendak pulang ke pangkalan, dan satu lagi, meledak tatkala terbang menembus kepingan jet Israel yang meledak terkena tembakan lawan. Mesinnya menghisap kepingan jet Israel.
Angkatan udara India, yang tercatat sebagai pengguna terbesar MIG-21, juga pernah menerjunkan Fishbed dalam sejumlah kancah. DI antaranya pada perang Indo-Pakistani pada 1971, di mana MIG-21 India berhasil merontokkan F-104 Starfighter milik Pakistan. India masih menerjunkan Fishbed pada perang Kargil di tahun 1999, yang mana dalam perang singkat itu, dilaporkan satu Fishbed hancur terkena misil darat ke udara Pakistan. Tahun itu juga dilaporkan, MIG-21 India menembak jatuh pesawat pengintai Breguet Atlantique milik Angkatan Laut Pakistan.
Di kancah Afrika, MIG-21 terlibat dalam perang antara Ethiopia dan Somalia. Dalam perang tersebut, sejumlah MIG-21 milik Somalia berhasil dirontokkan F-5Es Tiger Ethiopia yang disuplai Amerika, tanpa kehilangan satu pesawatpun. Ironisnya, Ethiopia juga menerima varian MIG-21s Bis dari Kuba. Dalam simulasi dogfight, F-5Es yang dikemudikan pilot Ethiopia, berhasil menang telak atas MIG-21 Bis yang diterbangkan pilot top Kuba.
Pencatat Rekor
Sampai saat ini MIG-21 tercatat sebagai jet tempur supersonic yang paling banyak diproduksi. Total jumlahnya mencapai 10.152 unit, itu untuk yang diproduksi di Soviet saja. Belum termasuk yang diproduksi di India dan Cina. Kedua negara itu mendapat lisensi pembuatan Fishbed, karena menjadi pengguna terbesar. Di Soviet, Fishbed dirakit di tiga pabrik, GAZ 30 berlokasi di Moskow untuk produksi tipe kursi tunggal untuk keperluan ekspor, GAZ 21 di Gorky untuk produksi single seater untuk pesanan angkatan udara Soviet, dan GAZ 31 di Tbilisi yang memproduksi tipe kursi ganda untuk ekspor dan pesanan dalam negeri.
Catatan rekor lain adalah pesawat tempur yang paling banyak diproduksi sejak Perang Korea. Serta pesawat yang periode produksinya paling lama. Sejumlah varian juga pernah dirancang untuk memecahkan rekor penerbangan. Di antaranya adalah varian YE-66, yang dirancang untuk memecahkan rekor kecepatan terbang. Lalu varian YE-66A dirancang untuk memecahkan rekor ketinggian. Sementara YE-66B dirancang untuk memantapkan rekor waktu tercepat mencapai ketinggian untuk wanita. Varian YE-76 dibuat untuk memantapkan rekor kecepatan bagi wanita.
MIG-21 versi Latih dengan dua kursi, milik AU India
Fishbed juga masih digunakan banyak negara hingga kini. Paling tidak ada 22 negara yang masih mengoperasikan MIG-21, tentu dengan varian yang sudah di-up grade. Di antaranya, Vietnam yang punya 124 unit, Korea Utara dengan 150 unit, India dengan 428 unit. Indonesia termasuk di antara 30 negara yang pernah mengoperasikan MIG-21. Kini, sisa kejayaan AURI itu menjadi monumen di depan Museum Satria Mandala Jakarta, dan menjadi salah satu koleksi di Museum Dirgantara Adi Soetjipto, Jogjakarta. Tampang sangarnya masih juga menggetarkan.
Spesifikasi Teknis
• Awak : Satu orang
• Panjang : 15.76 m including probe (51 ft 8 in)
• Bentang sayap : 7.15 m (23 ft 5 in)
• Tinggi : 4.12 m (13 ft 6 in)
• Wing area : 23 m² (247.5 ft²)
• Berat kosong : 5,350 kg (11,800 lb)
• Berat dengan beban: 8,726 kg (19,200 lb)
• Max takeoff weight: 9,660 kg (21,300 lb)
• Mesin : R-11 F300 afterburning turbojet, 53 kN
Performance
• Maximum speed: 2230 km/h (1385 mph) (Mach 2.1)
• Janbgkauan : 1160 km
• Ferry range : 1800 km with three external fuel tanks ()
• Service ceiling : 62,300 ft
• Rate of climb : 225 m/s (23,600 ft/min but with 50 per cent fuel and two AA-2 “Atoll” missiles, the MiG-21 can reach 58,000 feet [17,600 meters] in one minute which results in 293 m/s average at different altitudes, under favorable weather circumstances)
• Wing loading: 379 kg/m² (77.8 lb/ft²)
• Thrust/weight: 1.02 at max. takeoff weight, 1.13 at loaded weight with max. afterburner
Armament
MiG-21MF armed with R-3 (AA-2) air-to-air missile and UB-16 launcher for S-5 rockets.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar