Jumat, 08 Oktober 2010

Kapal Induk Charles de Gaulle (Prancis)

Aircraft Carrier “Charles de Gaulle” [R91]

Urusan kapal induk, memang tidak ada yang bisa mengalahkan AS. Punya jumlah bejibun yang diwujudkan lewat USS Nimitz Class, saat ini AS malah terus mengembangkan kapal induk terbaru melalui program USS Gerald R. Ford Class dengan bobot antara 90.000-105.000 ton. Tentu tidak mungkin bagi negara lain untuk mengimbangi kekuatan AL AS, setidaknya dengan melihat kondisi ekonomi global yang tidak “sehat”.

Perancis yang sudah mengoperasikan kapal induk sejak 1945 untuk mendukung penggelaran pasukan tempur di laut lepas yang berintikan carrier-based aviation, saat ini otomatis hanya mengandalkan kapal induk Charles de Gaulle (R91). Masih beruntung Perancis memiliki Charles de Gaulle, setidaknya bisa menjawab permintaan AS untuk penggelaran pasukan dalam menyukseskan kampanye perang melawan teroris yang dihembuskan sejak 11 September 2001. Di awal pengabdiannya, Charles de Gaulle sudah dikirim ke Samudera India untuk mendukung operasi AS di Afghanistan lewat Operation Heracles pada Desember 2001.

Gugus tugas kapal induk Perancis di bawah Satgas 473 ini dipimpin oleh Admiral Francois Cluzel. Sehari setelah kedatangannya di Laut Arab pada 18 Desember, Charles de Gaulle sudah menerbangkan Super Etendard Modernises (SEM) dan Hawkeye untuk misi pertamanya dari kapal di Afghanistan. Sekaligus ini adalah misi pertama naval aviators Perancis dengan kapal induk Armada Pasifik AL AS.

STATE OF THE ART VESSELS

Sejak pensiunnya Clemencau pada Maret 1998 dan dijualnya Foch ke Brazil pada November 2000, Charles de Gaulle betul-betul menjadi bintang dan simbol proyeksi kekuatan militer Perancis di samudera. Apa pasal? Karena sejak kedua saudara tuanya tidak lagi eksis, Charles de Gaulle adalah satu-satunya kapal induk yang dioperasikan Perancis.

Sesungguhnya Charles de Gaulle memiliki saudara. Rencana semula, dua kapal induk akan diproduksi dan secara bergantian akan dioperasikan mulai 1996 dan 2002. Rencananya lagi, kapal pertama dipesan pada Februari 1986 dan pemotongan metal pertama pada November 1987. Tapi apa mau dikata. Robohnya Tembok Berlin dan berikutnya pemotongan anggaran pertahanan Perancis, segera memberikan efek negatif kepada program raksasa ini. Hasilnya, hingga Mei 1994 Charles de Gaulle tak kunjung diluncurkan. Meski tertatih-tatih, akhirnya uji laut baru bisa dilaksanakan pada Januari 1999.

Bagi Perancis, Charles de Gaulle relatif cukup untuk kepentingan globalnya. Kapal ini dilengkapi sistem tempur canggih yang mampu menjejak 2.000 target secara simultan melalui radar DRBJ 11, radar peringatan dini DRBV 26D, radar pencari di laut/udara DRBV 15C, radar electronic-scanning serbaguna Arabel, dan sistem surveillance Vampire IR. Untuk pertahanan diri, R91 dibekali dengan dua peluncur tegak rudal SAM Aster 15, dua pertahanan titik SAM Sadral, empat peluncur decoy Sagaie, dan dua jammer ARBB 33 yang sangat kuat.

Saat melaksanakan uji laut kecepatan tinggi pada November 2000 di French West Indies, terjadi musibah patahnya baling-baling kapal. Solusi singkat diambil dengan memasang baling-baling lama dari stok gudang yang dulu digunakan untuk Clemenceau. Penggantian ini mengakibatkan turunnya kecepatan kapal satu klik menjadi 26 knot.

Kondisi ini berpengaruh saat melontarkan (catapulting) pesawat dalam kondisi tanpa angin. Belakangan persoalan baling-baling diatasi dengan dibuatnya model baru khusus untuk Charles de Gaulle.

Dibanding Clemenceau, fasilitas penerbangan Charles de Gaulle sangatlah lengkap. Dua sistem katapel uap sepanjang 75 m (246 kaki) cukup ideal untuk melontarkan sebuah E-2C atau Rafale. Ruang dek lebih besar 40% dan hanggar (4.600 m2) cukup lega untuk menampung setengah dari pesawat grup udara. Demi alasan keamanan, hanggar dibagi ke dalam dua seksi yang dipisahkan oleh pintu tahan api. Kapal dilengkapi dua lift besar (21mxl2m) di bagian buritan island, dua elevator amunisi, dan lift untuk memindahkan personel yang terluka. Lebih 40 pesawat bisa diusung sekaligus termasuk Rafale, Super Etendard, Hawkeye serta sejumlah helikopter.

Saat melaksanakan Operation Heracles, Grup Udara Kapal Induk (GAE) Charles de Gaulle mengusung 16 Super Etendard Modernises, enam Rafale, dua E-2C, dua Dauphin, dua Puma AD Perancis, dan sebuah Alouette III. “Komposisi ini disesuaikan dengan misi dan situasi, sangat mudah dibongkar-ulang,” ujar Komandan GAE kala itu.

GAE juga terdiri dari sebuah detasemen kecil Landing Signal Officers (LSO), yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pesawat sangat mendarat. Untungnya ketika itu, Charles de Gaulle membawa para pilot yang sudah berpengalaman minimal 10 tahun beroperasi di skadron garis depan dan sejak melaksanakan latihan peralihan, setidaknya sudah berpengalaman lebih empat tahun.

SKADRON R 91

Charles de Gaulle mengusung GAE yang berkekuatan empat skadron. Terdiri dari Flottille 4F dengan kekuatan dua E-2C Hawkeye, Flottille 12F dengan kekuatan Rafale Ml, Flottille 17F yang menjadi rumah bagi “yang terakhir” Super Etendard Modernises, dan Flottille 35F yang berkekuatan heli dua SA-365F Dauphin dan sebuah Alouette III. Selain unit-unit reguler di Penerbangan AL Perancis ini, Charles de Gaulle juga menjadi pangkalan bagi dua heli Puma AD Perancis.

Saat Operation Heracles, Puma sempat ditugaskan membawa personel US Navy SEAL ke sebuah kapal target yang diduga mengangkut teroris. Ketika Puma sudah mendekati target, terlihat jelas bahwa kapal yang disasar sudah siap dengan segala persenjataannya. Tanpa banyak pertimbangan, misi pun dibatalkan. Sejak itu sepertinya, Puma tidak direkomendasi lagi untuk mendukung operasi jarak jauh. Selain yang pasti melaksanakan operasi penyelamatan pilot jatuh di tempat yang jauh. Alasannya, butuh beberapa kali pengisian bahan bakar bagi Puma. Namun yang pasti, sejak itu tidak satupun neli AU Perancis on board di kapal berbendera Perancis. Dan sejak itu pula, misi CSAR diambil-alih oleh pesawat atau heli AL AS.

Name: Charles de Gaulle (R 91)
Namesake: Charles de Gaulle
Ordered: 3 February 1986
Builder: DCNS Laid down: 14 April 1989
Launched: 7 May 1994
Commissioned: 18 May 2001
In service: 18 May 2001
Renamed: Laid down as Richelieu, renamed Charles de Gaulle in 1987 Homeport: Toulon, France Nickname: CDG
Honours and awards: Jack with the colours of the Free French Forces (front) and the ribbon of the Ordre de la Libération (back)
Fate: Active in service as of March 2010[update]

General characteristics
Class and type: Unique aircraft carrier
Displacement: 38,000 tons (Full)
Length: 261.5 metres (858 ft) overall
Beam: 64.36 metres (211.2 ft) overall
Draught: 9.43 metres (30.9 ft)

Propulsion: 2 × K15 pressurised water reactors (PWR), 150 MW each
4 × diesel-electric
2 × shafts Speed: 27 knots (50 km/h) Range: Essentially unlimited distance; 20 years Endurance: 45 days of food Capacity: 800 commandos, 500 tonnes of ammunitions

Complement:
Ship’s company: 1,350
Air wing: 600 Sensors and
processing systems: DRBJ 11 B tridimensional air search radar
DRBV 26D air search radar
DRBV 15C low altitude air search radar
Arabel target acquisition radar Electronic warfare
and decoys: ARBR 21 Detector
ARBB 33 Countermeasures suite
ARBG2 MAIGRET Interceptor
4 × Sagaie decoys launcher
SLAT (Système de lutte anti-torpille) torpedo countermeasures Armament: 4 × 8 cell SYLVER launchers carrying the MBDA Aster 15 surface to air missile.
2 × 6 cell Sadral launchers carrying Mistral short range missiles
8 × Giat 20F2 20 mm cannons.

Aircraft carried:
35 – 40 aircraft, including
*Rafale
*Super Étendard
*E-2C Hawkeye
*SA365 Dauphin helicopters

Tidak ada komentar:

Posting Komentar